Mendengar Sebelum Merekrut

Vidi Aziz | Monday, 17 October 2022

“Pak, boleh diceritakan ke saya tentang pekerjaan Bapak di perusahaan sekarang?” tanya rekruter tersebut kepada Pak Budi (nama samaran) pada saat phone interview.

“Oh, bisa, Bu. Jadi fokus pekerjaan saya adalah di bagian strategy & planning yang salah satu tugas utamanya adalah mengembangkan dan mengeksekusi strategi jangka panjang perusahaan."

Pak Budi terus menjelaskan hal-hal yang biasa dia kerjakan sebagai Vice President of Strategy & Planning kepada rekruter tersebut. Sebagai orang yang memiliki passion yang tinggi, Pak Budi bercerita dengan antusiasme yang luar biasa.

Anehnya, selama dia bercerita tentang pekerjaannya kepada rekruter tersebut, Pak Budi merasakan hal yang ganjil. Dia tidak mendengar suara dari rekruter itu di telepon.

Setelah Pak Budi selesai menceritakan pekerjaanya, dia bertanya, “Halo, Bu? Masih di sana?"

Sekali lagi, yang Pak Budi dapat hanya keheningan. Idealnya, proses interview adalah proses interaksi dua arah antara rekruter dan kandidat. Tetapi, yang Pak Budi alami lebih mirip seperti monolog.

Setelah ditunggu, tiba-tiba suara rekuter tersebut muncul dan berkata, “Halo, Pak. Tadi saya terdistraksi saat mendengarkan cerita Bapak. Bos saya beberapa kali melirik ke meja saya terus, sepertinya mau ngajak saya meeting. Kita sudahi ya, Pak. Bapak kirim saja CV terbarunya lewat WhatsApp.” jawab rekruter tersebut dengan santai.

Rekruter itu akhirnya menghentikan sesi phone interview. Pak Budi tersentak kaget dan merasa ceritanya diabaikan.

Pada akhirnya, Pak Budi tidak mengirimkan CV-nya dan memblokir nomor rekruter tersebut.

-----------------------------

Saya mendapatkan cerita itu langsung dari Pak Budi beberapa minggu lalu saat kita berdua sedang makan siang. Pak Budi ini adalah kandidat yang dulu pernah saya tempatkan di perusahaan klien saya. Dia bercerita kalau dia dihubungi oleh seorang rekruter dari perusahaan teknologi di LinkedIn. Saat itu kondisi Pak Budi bukanlah seorang pencari kerja yang aktif, tetapi beliau cukup terbuka dengan kesempatan berkarier di tempat baru. Melihat brand dari perusahaan dan kredibilitas profil dari rekruter itu, Pak Budi bersedia untuk berdiskusi.

Dibalik kredibilitas sang rekruter, Pak Budi menyimpan kekecewaan yang besar karena ceritanya tidak didengarkan dengan baik. “Saya seperti bicara sendiri, Mas Vidi.” Bahkan di awal diskusi sebelum rekruter itu menghilang, pertanyaan-pertanyaan yang dilemparkan oleh rekruter tersebut, menurut dia, sangat judgmental. Kekecewaan Pak Budi bertambah ketika phone interview berakhir secara tiba-tiba tanpa ada permintaan maaf.

Cerita ini adalah pengingat besar untuk teman-teman rekruter agar kita bisa fokus dalam melakukan phone interview, yang maksudnya adalah tidak menempatkan phone interview sebagai sekedar checklist pekerjaan yang harus diselesaikan, tetapi sebagai kesempatan untuk membangun interaksi yang baik dengan calon kandidat.

Saya yakin bahwa salah satu pondasi dari interaksi yang baik adalah kemampuan untuk saling mendengarkan. Mendengarkan adalah salah satu proses penting yang tidak boleh dilewati oleh rekruter. Kita bisa berbicara banyak tentang teknik-teknik rekrutmen yang paling efektif untuk menjaring kandidat yang tepat, tetapi, saya pikir, teknik-teknik tersebut akan gagal jika rekruter tidak bisa menjadi pendengar yang baik.

Menjadi pendengar yang baik, menurut Krista Tippett, seorang jurnalis, podcaster, dan penulis buku dari Amerika Serikat, “It involves a kind of vulnerability— a willingness to be surprised, to let go of assumptions and take in ambiguity. The listener wants to understand the humanity behind the words of the other, and patiently summons one’s own best self and one’s own best words and questions.” Krista juga menambahkan bahwa, “Listening is not about being quiet. The being quiet is a side-effect. Listening is about being present.”

Salah satu elemen terbesar dari pekerjaan seorang rekruter adalah proses interview, dan hasil interview yang baik muncul dari proses mendengarkan yang baik. Menjadi pendengar yang baik memang bukan perkara mudah, tapi ini juga bukan sebuah rocket science. Seperti otot, semakin kita melatih otot mendengarkan kita, semakin besar kemungkinan menjadi pendengar yang baik.

Semoga tulisan singkat saya bisa bermanfaat dan sebagai pengingat untuk teman-teman rekruter (pastinya juga untuk saya) agar kita semua bisa lebih serius dalam melakukan interview. Yang artinya adalah tidak menempatkan interview sebagai sekedar checklist pekerjaan yang harus segera diselesaikan, tetapi lebih sebagai kesempatan untuk membangun interaksi yang baik dengan calon kandidat.

Tag Label:

Job Interview