Permintaan Rekrutmen Yang Tidak Masuk Akal

Vidi Aziz | Wednesday, 23 April 2025

Dalam rekrutmen, setiap perusahaan tentu ingin mendapatkan kandidat terbaik. Namun, tak jarang harapan yang terlalu tinggi justru membuat permintaan rekrutmen jadi tidak realistis.

Apa dampaknya? Proses pencarian kandidat bisa berjalan lama dan akhirnya mengganggu kelancaran bisnis.

Lalu, apa solusinya? HR perlu bertransformasi dari sekadar order taker menjadi talent advisor—yaitu partner rekrutmen perusahaan yang mampu mengkaji permintaan, memberi insight, dan membantu perusahaan mengambil keputusan terbaik dalam mencari talenta.

Seorang talent advisor tidak takut untuk mengatakan "tidak" kepada permintaan rekrutmen yang tidak realistis, selama disertai solusi yang lebih masuk akal dan berdampak.

-----

Seorang Manager dari perusahaan manufacturing memberikan permintaan rekrutmen kepada HR Staff:

“Saya butuh Sales Manager yang sudah terbiasa menangani B2B ke HORECA, tapi juga bisa pegang Digital Marketing. Budget maksimal 10 juta ya. Posisi ini harus terisi dalam 3 hari. Kandidatnya harus lancar Bahasa Inggris dan Mandarin.”

Mendengar permintaan tersebut, HR Staff sebenarnya sudah merasa ragu akan ketersediaan talent dengan kualifikasi selengkap itu. Tapi dia hanya mengangguk dan menjawab:

“Baik, Pak. Akan saya carikan.”

HR Staff pun langsung bergerak cepat mencari kandidat.

Walau dalam hati sadar bahwa permintaan ini tidak realistis, dia tetap mencoba memenuhi target sebisa mungkin, hingga tanpa sadar, tenggat waktu 3 hari sudah lewat.

Di hari ke-4, sang Manager meminta update. HR Staff hanya bisa berkata bahwa ia belum menemukan kandidat yang cocok.

Manager pun kecewa.

Kalau kita ingin mencari siapa yang salah, tentu dua-duanya punya andil. Tapi di sinilah peran penting HR Staff sebagai tameng pertama dari ekspektasi yang tidak realistis.

Apa yang seharusnya dilakukan oleh HR Staff?

  • Analisa hiring request dengan objektif, lalu berani menyampaikan bahwa permintaan tersebut tidak masuk akal—dengan menunjukkan data dan kondisi nyata di talent market.
  • Atur ekspektasi timeline dan feasibility dari awal, jangan tunggu hingga terjadi kekecewaan.
  • Tawarkan alternatif solusi yang tetap memenuhi kebutuhan bisnis, tapi lebih realistis dengan kondisi market dan budget.

HR yang strategis adalah HR yang bisa berkembang dari sekadar order taker menjadi talent advisor.

Order taker hanya mengikuti permintaan user apa adanya, walau tidak masuk akal.

Talent advisor memiliki mindset untuk mengkaji permintaan, memberikan insight, dan menjadi partner rekrutmen yang membantu perusahaan mengambil keputusan terbaik dalam mencari talenta.

Talent advisor tidak takut menolak, asal bisa memberikan solusi yang lebih masuk akal.

Sudah siapkah kamu menjadi HR dengan mindset sebagai talent advisor?